BETON PRACETAK
Jumat, 28 November 2014
Sabtu, 27 September 2014
PERKEMBANGAN BETON PRACETAK
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
TINJAUAN UMUM
Pada saat ini,
industri konstruksi sudah sangat berkembang. Tidak hanya menitik beratkan pada
segi kekuatan dan kestabilan struktur, namun juga sangat memperhatikan segi
ekonomis, praktis, dan ketepatan waktu. Pemakaian beton pracetak (pre-cast) dalam
perencanaan struktur suatu gedung merupakan salah satu alternatif untuk
mencapai hal tersebut.
Beton pracetak
adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen-komponen penyusun
yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus (off site fabrication),
terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu (pre-assembly),
dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation), dengan demikian
sistem pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek
perencanaan yang tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari
pabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku
sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen join (Abduh,2007).
Umumnya digunakan pada struktur bangunan tingkat rendah sampai menengah.
Teknologi beton
pracetak telah lama diketahui dapat menggantikan operasi pembetonan tradisional
yang dilakukan di lokasi proyek pada beberapa jenis konstruksi karena beberapa
potensi manfaatnya. Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat
lebih dari teknologi beton pracetak ini antara lain terkait dengan waktu,
biaya, kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan,
keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability
(Gibb,1999 dalam M.Abduh,2007).
Keunggulan
teknologi beton pracetak antara lain :
1.
Kualitas,
lebih konsisten karena diproduksi di pabrik dengan standar pengendalian mutu,
2.
Ekonomis
karena lebih murah dibandingkan material lainnya,
3.
Tahan
lama dan tidak memerlukan perawatan khusus,
4.
Mudah
dan cepat,
5.
Proses
produksi dapat dilakukan secara paralel dengan kegiatan konstruksi di lapangan
dan tidak tergantung pada kondisi proyek.
Alternatif
metode konstruksi beton ini juga dipilih dengan tujuan :
1.
Mengurangi
atau menghilangkan pemakaian perancah dan bekisting yang dalam pelaksanaannya
menghabiskan biaya yang cukup besar baik dari segi material dan tenaga kerja
yang dibutuhkan.
2.
Mengurangi
total waktu pelaksanaan proyek konstruksi sejak elemen-elemen pracetak
disiapkan, sementara pekerjaan-pekerjaan lain seiring dengan itu juga
dilaksanakan.
Melalui perencanaan
ini diharapkan menghasilkan bangunan dengan menekan biaya konstuksi seminimal
mungkin sehingga dapat dihasilkan bangunan yang ekonomis sesuai dengan tuntutan
jaman yang semakin mencari alternatif cara yang ekonomis serta praktis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
TINJAUAN UMUM
Struktur
bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan
dan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur
atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh
untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.
2.2.
SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK
Beton adalah
material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan
material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan
pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan
harganya relatif terjangkau.
Ada beberapa
aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain
waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit
ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin
lama semakin mahal dan langka.
Konstruksi beton
pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di
Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini mempunyai banyak
keunggulan dibanding sistem konvensional.
Sistem beton
pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era
millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di
tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi
(transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi).
Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan
massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas
produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara strutur kayu, baja serta beton
konvensional dan pracetak dapat dilihat pada tabel :
Tabel
2.1.
Perbandingan Kualitatif antara Kayu, Baja, dan Beton
ASPEK
|
KAYU
|
BAJA
|
BETON
|
|
Konvensional
|
Pracetak
|
|||
Pengadaan
|
Semakin terbatas
|
Utamanya impor
|
Mudah
|
Mudah
|
Permintaan
|
Banyak
|
Banyak
|
Paling banyak
|
Cukup
|
Pelaksanaan
|
Sukar, Kotor
|
Cepat, bersih
|
Lama, kotor
|
Cepat, bersih
|
Pemeliharaan
|
Biaya Tinggi
|
Biaya tinggi
|
Biaya sedang
|
Biaya sedang
|
Kualitas
|
Tergantung spesies
|
Tinggi
|
Sedang‐tinggi
|
Tinggi
|
Harga
|
Semakin mahal
|
Mahal
|
Lebih murah
|
Lebih murah
|
Tenaga Kerja
|
Banyak
|
Banyak
|
Banyak
|
Banyak
|
Lingkungan
|
Tidak ramah
|
Ramah
|
Kurang ramah
|
Ramah
|
Standar
|
Ada (sedang diperbaharui)
|
Ada ( sedang diperbaharui)
|
Ada ( sedang diperbaharui )
|
Belum ada (sedang disusun)
|
Sumber buku
kuliah struktur dan konstruksi ( Rahman,2010 )
Sistem pracetak
telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang system dikembangkan di dalam
negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Biasanya sistem pracetak yang
berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.
2.2.1. Perkembangan Sistem Pracetak di
Dunia
Sistem pracetak jaman
modern berkembang mula-mula di Negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali
digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang
dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang
diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan
mulai digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan
sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding, kolom dan lantai
yang diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann. Struktur komponen pracetak beton
bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff
& Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll.
Sistem pracetak
tahan gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang
yang dikenal sebagai Negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian
intensif tentang sistem pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat
program penelitian bersama yang dinamakan PRESS (Precast Seismic Structure
System).
2.2.2. Perkembangan Sistem Pracetak di
Indonesia
Indonesia
telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang,
balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak
semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem
Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall
(1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem
Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000). Di Indonesia bangunan pracetak sering
digunakan untuk pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Sehubungan dengan
adanya Program Percepatan Pembangunan Rumah Susun yang digagas Pemerintah pada
tahun 2006, para pihak yang terkait dengan industri pracetak pada tahun 2007
telah mengembangkan dan menguji tahan gempa sistem pracetak untuk rumah susun
sederhana bertingkat tinggi yang telah siap digunakan untuk mendukung program
tersebut.
Sistem pracetak
telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang
berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi,
peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang ini telah
menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang
telah dipatenkan dan diterapkan secara aktif.
Penerapan sistem
pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat tinggi pertama kali dilakukan pada
rusunami Pulogebang. Saat ini sudah ada rusunami bertingkat 16 lantai. Pada
kawasan Pulogebang juga dibangun Kawasan Sentra Timur dengan berpusat pada
hunian rusuna 20 – 24 lantai (Nurjaman dan Sidjabat,2000 dalam M. Abduh 2007).
Permasalahan
mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia saat ini adalah :
1.
Sistem
ini relatif baru.
2.
Kurang
tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah
ada.
3.
Keandalan
sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa.
4.
Belum
adanya pedoman resmi mengenai tatacara analisis, perencanaan serta tingkat
kendalan khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku
konstruksi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
PENGERTIAN
BETON PRACETAK
Beton pracetak adalah
teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen-komponen penyusun yang
dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus (off site fabrication),
terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu (pre-assembly),
dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation), dengan demikian
sistem pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek
perencanaan yang tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari
pabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis
perilaku sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen join
(Abduh,2007).
Beberapa prinsip
yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton pracetak ini
antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predictability,
keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi,
inovasi, reusability, serta relocatability (Gibb,1999 dalam M.
Abduh 2007).
Pelaksanaan
bangunan dengan menggunakan metoda beton pracetak memiliki kelebihan dan
kekurangan. Hal tersebut disebabkan keuntungan metoda pelaksanaan dengan
mengunakan beton pracetak ini akan mencapai hasil yang maksimal jika pada
proyek konstruksi tersebut tercapai reduksi waktu pekerjaan dan reduksi biaya
konstruksi. Pada beberapa kasus desain propertis dengan metoda beton pracetak
terjadi kenaikkan biaya material beton disebabkan analisa propertis material
tersebut harus didesain juga terhadap aspek instalasi, pengangkatan, dan aspek transportasi sehingga
pemilihan dimensi dan kekuatan yang diperlukan menjadi lebih besar daripada
desain propertis dengan metoda cor ditempat. Selain itu pada proses instalasi
elemen beton pracetak memerlukan peralatan yang lebih banyak dari proses
instalasi elemen beton cor ditempat.
3.2.
PERBEDAAN BETON PRACETAK DAN BETON KONVESIONAL
Pada dasarnya
mendesain konvensional ataupun pracetak adalah sama, beban-beban yang
diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien yang digunakan untuk
perencanaan juga sama, hanya mungkin yang membedakan adalah :
1.
Desain
pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat umur beton belum
mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton yang sangat muda saat diangkat
akan terjadi retak (crack) atau tidak. Di sini dibutuhkan analisa desain
tersendiri, dan tentunya tidak pernah diperhitungkan kalo kita menganalisa
beton secara konvensional.
2.
Desain
pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan beton pracetak di stock
yard, pengiriman beton pracetak, dan pemasangan beton pracetak di proyek.
Kebanyakan beton pracetak dibuat di pabrik.
3.
Pada
desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain sambungan di sini,
didesain lebih kuat dari yang disambung.
3.3.
SISTEM KOMPONEN PRACETAK
Ada beberapa
jenis komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung dan konstruksi
lainnya yang biasa dipergunakan, yaitu :
1.
Tiang
pancang
2.
Sheet pile dan dinding diaphragma.
3.
Half solid slab (precast plank), hollow core slab,
single-T, double-T, triple-T, channel slabs dan lain-lain.
4.
Balok
beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder)
5.
Kolom
beton pracetak satu lantai atau multi lantai
6.
Panel-panel
dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari single-T atau
double-T. Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai pendukung beban (shear
wall) atau tidak mendukung beban.
7.
Jenis
komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet, panelpanel penutup
dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai keinginan atau imajinasi dari
insinyur sipil dan arsitek.
Secara umum
sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut (Nurjaman,
2000 dalam M. Abduh 2007) :
1.
Sistem
struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan system tidak terlalu
dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding di mana
pemutusan dilakukan tidak pada balok dan kolom/bukan pada titik kumpul.
2.
Sistem
pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan
disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang monolit. Pada dasarnya
penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek
fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength),
kekakuan, layanan (serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses
perencanaan.
3.4.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN BETON PRACETAK
Struktur elemen
pracetak memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan struktur
konvensional, antara lain :
1.
Penyederhanaan
pelaksanaan konstruksi.
2.
Waktu
pelaksanaan yang cepat.
3.
Waktu
pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam pembangunan suatu
proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya Proyek. Struktur elemen
pracetak dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di
lapangan.
4.
Penggunaan
material yang optimum serta mutu bahan yang baik.
5.
Salah
satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomis dibandingkan
dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ) adalah
penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan
berulang-ulang, mutu material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena
dilaksanakan dengan standar-standar yang baku,pengawasan dengan sistem komputer
yang teliti dan ketat.
6.
Penyelesaian finishing mudah.
7.
Variasi
untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat dengan mudah
dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen tersebut di pabrik, seperti:
warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.
8.
Tidak
dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan
ramah lingkungan.
9.
Dengan
sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan, juga tidak
membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan proyek lebih bersih
karena pelaksanaan elemen pracetaknya dapat dilakukan dipabrik.
10. Perencanaan
berikut pengujian di pabrik.
11. Elemen pracetak
yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di pabrik untuk
mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari segi kekuatan maupun
dari segi efisiensi.
12. Sertifikasi
untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil produksi dari elemen
pracetak memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan, maka dapat diajukan untuk
mendapatkan sertifikasi ISO 9002 yang diakui secara internasional.
13. Secara garis
besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat-alat penunjang,
seperti : scaffolding dan lain-lain.
14. Kebutuhan jumlah
tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi
Namun demikian,
selain memiliki keuntungan, struktur elemen pracetak juga memiliki beberapa keterbatasan,
antara lain :
1.
Tidak
ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
2.
Perlu
ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang
satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di
lapangan.
3.
Panjang
dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat
dan alat angkut.
4.
Jarak
maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah antara 150
sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya. Sedangkan untuk
angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai di atas 1000 km.
5.
Hanya
dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling dan
erection.
6.
Di Indonesia yang kondisi alamnya sering
timbul gempa dengan kekuatan besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya
terutama pada daerah sambungannya, sehingga masalah sambungan merupakan
persoalan yang utama yang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.
7.
Diperlukan
ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada beton pracetak.
8.
Memerlukan
lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard)
3.5.
KENDALA DAN PERMASALAHAN SEPUTAR BETON PRACETAK
Yang menjadi
perhatian utama dalam perencanaan komponen beton pracetak seperti pelat lantai,
balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain berfungsi untuk
menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan juga harus berfungsi menyatukan
masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan yang
monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya.
Beberapa kriteria
pemilihan jenis sambungan antara komponen beton pracetak diantaranya meliputi:
1.
Kekuatan
(strength).
2.
Sambungan
harus memilki kekuatan untuk dapat menyalurkan gaya-gaya yang terjadi ke elemen
struktur lainnya selama waktu layan (serviceability), termasuk adanya
pengaruh dari rangkak dan susut beton.
3.
Daktalitas (ductility)
Kemampuan dari sambungan untuk dapat
mengalami perubahan bentuk tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan
untuk mendapatkan daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan yang
meleleh terlebih dahulu dibandingkan dengan keruntuhan dari material betonnya.
4.
Perubahan volume (volume change accommodation)
Sambungan dapat mengantisipasi adanya
retak, susut dan perubahan temperature yang dapat menyebabkan adanya tambahan tegangan yang cukup
besar.
5.
Ketahanan (durability)
Apabila kondisi sambungan dipengaruhi
cuaca langsung atau korosi diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah
seperti stainless steel epoxy atau galvanized.
6.
Tahan kebakaran (fire resistance)
Perencanaan sambungan harus
mengantisipasi kemungkinan adanya kenaikan temperatur pada sistem sambungan
pada saat kebakaran, sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan
tersebut tidak akan mengalami pengurangan.
7.
Mudah
dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut ini pada saat
merencanakan sambungan :
a.
Standarisasi
produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya material lapangan.
b.
Hindari
keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan
c.
Hindari
sedapat mungkin pelubangan pada cetakan
d.
Perlu
diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan toleransinya
e.
Hindari
batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan.
f.
Gunakan
standar hardware seminimal mungkin jenisnya
g.
Rencanakan
sistem pengangkatan komponen beton pracetak semudah mungkin baik di pabrik
maupun dilapangan
h.
Pergunakan
sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat pengangkatan
Diantisipasi
kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan.
Langganan:
Postingan (Atom)